ZOOM

ZOOM
gaya

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 31 Oktober 2012

KONSEP KAUSALITAS, KETERATURAN DAN KETERTIBAN ALAM

Kausalitas dapat diartikan sebagai sebab-akibat; bersifat menimbulkan akibat, suatu prinsip  atau keyakinan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab dan dalam situasi yang sama, sebab yang sama menimbulkan efek yang sama.[1] Keteraturan disini adalah tetap pada jalannya, artinya dengan adanya keseimbangan maka tereraturan peredaran alam ini senantisa tetap pada rotasinya. Begitu juga dengan ketertiban, yang mana bila hukum alam ini sudah tidak lagi berfungsi maka semuanya peredaran planet-planet yang ada akan mengalami kekacauan dan bahkan kehancuran pada alam itu sendiri.
Dalam makalah ini yang menjadi titik pembahasan adalah bagaimana sebenarnya keteraturan itu terjadi dalam alam, apakah alam sudah mempunyai hukum kausalitas sendiri atau ada sesuatu dibalik keteraturan ini. Sehingga hukum alam yang sedang berjalan tidak terlepas semata-mata kerena ada yang menginginkan, dan apabila semuanya itu tidak ada maka alam yang kita lihat indah pada saat ini, ada malam dan ada siang, ada gelap dan ada terang, bulan beredar sesuai dengan rotasinya dan bumi terus berputar pada porosnya, juga ada kebaikan dan keburukan dan lain sebagainya.
Kausalitas atau sebab-akibat memang ada dua gejala yang menjadi sebab, yang pertama adalah sebab alamiah dan yang kedua adalah sebab tidak alamiah dengan kata lain dibuat dengan sengaja atau dikarenakan perbuatan yang disengaja untuk melakukan sesuatu sehingga terjadi akibat. Dalam posisi sebab alamiah atau nonalamiah disini yang menjadi problem adalah dimana posisi sang pencipta pada saat itu? Apakah ada dalam sebab-sebab atau ada pada proses perubahannya yang menjadikan akibat-akibat dari sebab itu sendiri.
Adanya problem demikian itu ada pada dua-duanya dipermasalahan itu sendiri, yang mana ketika akibat yang dikarenakan oleh sebab-sebab alamiah maka dimana letak campurtangan Tuhan itu sendiri? Apakah tuhan itu yang menciptakan sebab-sebab dan sekaligus pula Dia menciptakan akibat-akibat. Begitu juga dengan yang nonalamiah, dimana posisi Tuhan itu sendiri apakah pada sebab-sebab atau pada proses perubahannya atau bahkan pada akibat-akibatnya?
Jika permasalahannya demikian maka pemikiran ini sudah mengerucut pada pemikiran jabariah, qodariah atau kepada yang lainnya yang begitu lunak dengan permasalahan ini. Kerana hal ini erat kaitannya dengan hukum qoda’ dan qodar Tuhan itu sendiri.
Namun makalah ini kami akan arahkan pembahasan pada kajian since, karena since disini yang akan lebih kritis mengungkap masalah hukum kausalitas, keteraturan dan ketertiban yang berkenaan dengan alam itu sendiri. Baik itu dikarenakan sebab-sebab alamiyah atau nonalamiyah. Sehingga nanti ada set back dalam rangka memberi pamahaman kepada manusia bagaimana sebenarnya peredaran alam ini terjadi secara teratur dan keadaannya tetap bersahabat dengan manusia itu sendiri. Artinya banyak sekarang terjadinya bencana-bencana alam yang menurut penelitian 80% itu disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri.
Berbicara masalah alam semesta maka kita akan diantarkan pada permasalah penciptaan dan prubahan sampai pada kemusnahan alam itu sendiri. Karena dalam alam itu tidak ada yang lain kecuali yang namanya perubahan, demikiran konsep terjadinya alam ini menurut para filosof Aristoteles dan Plato. Perubahan inilah yang kemudian dikatakan abadi. Dalam perubahan disini ada yang namanya proses atau gerak ber-tranformasi. Tetapi yang jelas yang bergereak disini adalah materi itu sendiri.
Pada alam disitu ada yang namanya tata surya. Tata surya adalah salah satu contoh keselarasan indah yang paling mengagumkan yang dapat disaksikan. Terdapat sembilan planet dengan lima puluh empat satelit yang diketahui dan benda-benda kecil yang jumlahnya tidak diketahui. planet-planet utama dihitung menjauh dari matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Bumi adalah satu-satunya planet yang diketahui mengandung kehidupan.
Pada struktur tata surya, kita menemukan contoh lain dari keindahan keseimbangan: Keseimbangan antara gaya sentrifugal planet yang dilawan oleh gaya gravitasi dari benda primer planet tersebut. (Dalam astronomi, benda primer adalah benda yang dikitari oleh benda lainnya. Benda primer bumi adalah matahari, benda primer bulan adalah bumi). Tanpa keseimbangan ini, segala sesuatu yang ada di tata surya akan terlontar jauh ke luar angkasa. Keseimbangan di antara kedua gaya ini menghasilkan jalur (orbit) tempat planet dan benda angkasa lain mengitari benda primernya.
Jika sebuah benda langit bergerak terlalu lambat, dia akan tertarik kepada benda primernya; jika bergerak terlalu cepat, benda primernya tidak mampu menahannya, dan akan terlepas jauh ke angkasa. Sebliknya, setiap benda langit bergerak pada kecepatan yang begitu tepat untuk terus dapat berputar pada orbitnya. Lebih jauh, keseimbangan ini tentu berbeda untuk setiap benda angkasa, sebab jarak antara planet dan matahari berbeda-beda. Demikian juga massa benda-benda langit tersebut. Jadi, planet-planet harus memiliki kecepatan yang berbeda untuk tidak menabrak matahari atau terlempar menjauh ke angkasa.
Ahli astronomi penganut materialisme bersikukuh bahwa asal mula dan kelangsungan tata surya dapat dijelaskan karena kebetulan. Lebih dari tiga abad lalu, banyak pemuja materialisme telah berspekulasi tentang bagaimana keteraturan menakjubkan ini bisa terjadi dan mereka gagal sama sekali. Bagi penganut materialisme, keseimbangan dan keteraturan tata surya adalah misteri tak terjawab.
Kepler dan Galileo, dua ahli astronomi yang termasuk orang-orang pertama yang menemukan keseimbangan paling sempurna, mengakuinya sebagai rancangan yang disengaja dan tanda campur tangan ilahiah di seluruh alam semesta. Isaac Newton, yang diakui sebagai salah satu pemikir ilmiah terbesar sepanjang masa, pernah menulis:
Sistem paling indah yang terdiri dari matahari, planet, dan komet ini dapat muncul dari tujuan dan kekuasaan Zat yang berkuasa dan cerdas... Dia mengendalikan semuanya, tidak sebagai jiwa namun sebagai penguasa dari segalanya, dan disebabkan kekuasaan-Nya, Dia biasa disebut sebagai "Tuhan Yang Mahaagung’.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya." (QS. Yaasin, 36: 40)
Pandangan para filosof Islam sendiri mengenai penciptaan disini cukup menarik untuk kita ketahui. Yang mana asumsinya dimulai dengan semua maujud-maujud ini menurut akal bersifat mungkin (jaiz) baik itu adanya maupun bentuknya, karena semua itu ada yang maha Pencipta dan maha Berkehendak. Namun ketika maujud tersebut sudah mengambil sifat khusus maka ada subjek yang menentukan untuk mengambil satu bentuk bukan bentuk yang lain.
Berkaitan dengan masalah proses penciptaan, bahawa al-jabiri disini menjunjung tinggi dengan konsep sebab dan akibat, artinya suatu kemustahilan alam ini hanya terdiri dari sebab-sebab materi saja. Atau dengan asumsi bahwa alam raya ini ada dengan cara kebetulan saja, tidak ada sebab. Maka dari itu adanya alam ini menurut pemikiran beliau cukup untuk menjadi bukti adanya Tuhan sebagi yang Maha Pencipta dan Maha Berkehendak.
Sebab dalam alam ini tidak mungkin akan menciptakan keteraturannya sendiri, melainkan ada yang menciptakan. Hal ini bisa kita lihat dalam alam raya ini mengenai keteraturan, bahwa tidak selamanya keteraturan itu sendiri terus berjalan sebagaimana mestinya, pasti dalam perjalanannya mengalami hal-hal diluar keteraturan itu sendri. Maka dari itu adanya pencipta yang Maha Berkehendak disini sudah bisa dirasakan, dan bagi mereka yang mengatakan tidak adanya penciptaan alam raya ini maka dia telah menafikan pengalaman-pengalaman kejadian alam yang tidak jarang hal itu diluar praduga manusia yang mereka analisis berdasarkan gejala-gejala yang ada. Namun pada kenyataannya gejala alam disini tidak mampu memberikan isyarat sepenuhnya dari apa yang akan terjadi setelahnya.
Menurut pandangan Ibn Rusyh adanya sesuatu itu melalui kontradiksi antara konsep sebab-sebab dan kehendak Tuhan. Suatu yang maujud-maujud itu bersifat jaiz itu merepakan dampak implikasi dari sifat Tuhan yang maha berkehendak.
Ibn Rusyh melanjutkan bahwa ketika kita benar-benar mengamati dengan seksama mengenai hukum kausalitas atau sebab-akibat dalam dalam agama ini cukup membingunkan, begitu juga dengan terjadi pada argumen-argumen rasional Dalam Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengerjakan apapun sesuai dengan kehendak, dan disisi lain ada pula ayat yang mengatakan bahwa mansusia digerakkan lagi dipaksa dalam mengerjakan sesuatu. Begitu juga dengan argumen-argemen rasional. “adanya tanggung-jawab, balasan, pajal dan siksa menuntut manusia berbuat atas dasa kebebasan dan pilihannya. Inilah pendapat mu’tazilahlah.
Dalam hal ini ada juga yang mengambil tengah-tengah, yaitu Asy’ariyah dan menawarkan apa yang disebut dengan usaha (kasb). Menurutnya jika menusia menghendaki sesuatu, Allah menciptakan kemampuan didalamnya. Sehingga dia mampu megerjakan sesuatu tersebut. Manusia berusaha dan Allah akan membalasanya. Namun ibn Rusyh dalam pendapat ini menafikan karena jika usaha dan apa yang diusahakan merupakan citraaan Allah, berarti manusia dipaksa dalam melakukan usahanya. Dan secara jelas hal ini bertolak dari hukum kausalitas itu sendiri.
Mengenai penciptaan memang tidak terlepas dari sebab-akibat, yang mana menruta Ibn Rusyh penciptaan alam ini sudah cukup menjadi bukti bahwa adanya sang pencipta yang maha berkehendak. Namun konsep sebab-akibat itu sendiri masih mempunyai problem, yaitu berpotensinya munculnya pemahaman bahwa alam raya ini terjadi kerena ada sebab bukan karena diciptakan.
Dari pembahasan diatas dapat diarik kesimpulan bahwa hukum kausalitas itu penting dan realistis dalam kehidupan kita. Namun yang menjadi catatan bahwa antara dua sudut pandang yang berbeda mengenai penciptaan disini (sainstis dan agamawan) itu mempunyai titik garis tersendiri alam proses pencaraian hukum kausalitas ini terutama dalam konsep kausalitas alam raya. Sains akan senantiasa menggali pengetahuan dari objeknya atau dari bahan meterialnya. Artinya bagiaman benda-benda langit itu mempunyai potensi yang sudah tersistem sehingga mengakibatkan keteraturan itu sendiri. Dan para sainstis menggali terus bagaimana sistem itu ada dan terus berjalan sesuat dengan hukum alam. Namun dalam agama yang bisa kita jumpai adalah labih kepada subtansi dari materi-materi yang ada, baik itu pada sistem yang sudah berjalan dibalik adanya materi dan sistem kausalitas itu sendiri. Dengan asumsi bahwa tidak mungkin materi akan bergerak dengan sendirinya tanpa ada yang menggerakkan. Dalam sains yang menggerakkan itu memang sudah sistem sedangkan agama memandang itu adalah yang Maha berkehendak yaitu Tuhan



[1] Kamus populer

REFORMASI DAN KONTRA REFORMASI


1.       Menggambarkan pembrontakan bangsa-bangsa yang kurang beradap terhadap dominasi intelektual Itali. Dalam kasus ini pemberontakan bersifat politik sekaligus teologis: otoritas paus ditolak, dan upeti yang selama ini diperoleh Paus kerena memegang kunci-kunci surta tidak lagi dibayarkan.
2.       Kontra Reformasi: pembrontakan hanya dilakukan terhadap kebebasan intelektual dan moral Itali Renaisans; kekuasaan Paus bukan dihilangkan, tetapi justru diperbesar, sedangkan pada saat bersamaan tampak jelas bahwa otoritas pau tidak sejalan dengan kelalaian kecil keluarga Borgia dan Medici.
3.       Kasarnya; reformasi itu di Jerman, sedangkan kontra reformasi itu di Spanyol.
4.       Tiga besar tokoh reformasi Itali  adalah Luther, Calvin, dan Loyola. Ketiga tokoh ini menganut filsafat abad pertengahan;
hubungan jiwa dengan tuhan,
meniadakan kekuasaan greja
menghapus api penyucian
mereka menolak doktrin hidup besenang-senang
BANGKITNYA SAINS
1.       Hampir setiap hal yang membedakan dunia modern dari abad sebelumnya diantribusikann pada sains yang mencapai puncak kejayaan yaitu pada abad ke 17
2.       Konsep-konsep baru yang diperkenalkan oleh sains sangat mempengaruhi filsafat modern
3.       Empat tokoh yang terkenal dalam penciptaan sains adalah Copernicus, Kepler, Galileo dan Newton.
Copernicus
1.       Copernicus (1437-1543) seorang pendeta ortodoks yang halus budi bahasanya.
2.       1500 dia menjadi profesor dan memberi kuliah matematika di Roma pada tahun 1503 dia kembali ketanah kelahirannya.
3.       Waktu luang (untuk memberontak terhadap orang-orang Jerman yang telah mereformasi perintahan yang ada, juga memperlajari astronomi)
4.       Semenjak awal dia percaya bahwa matahari adalah pusat alam semesta, dan bumi memiliki gerak gand; rotasi setiap hari dan revolusi mengelilingi matahari setahun sekali. Kerena takut kecaman dari gereja, maka dia menunda untuk menerbitkan pemikiran-pemikirannnya meskipun dia membiarkan orang lain mengenalnya
5.       Krya pentingnya “De Revoluntionibus Orbium Caelestium” diterbitkan pada tahun kematiannya 1543
6.       Karya Copernicus tidak bernuansa modern, tetapi lebih bercirikan Pythagorean
7.       penemuan Nicolaus Copernicus dengan teori Heliosentris (helios=matahari, centrum=pusat), artinya tata surya ini berpusat pada matahari. Teori heliosentris ini membantah teori lama yang bersifat geosentris (geos=bumi, centrum=pusat). Ajaran geosentris ini pada perkembangannya melahirkan suatu pandagan bahwa bumi ini datar seperti meja. Ajaran geosentris didukung dan disahkan oleh gereja sebagai salah satu ajaran resmi para penganut gereja khatolik.

Neoplatonisme Dan Sufisme Kajian kritis masalah penciptaan alam


Sampai saat ini filosof yang paling besar pengaruhnya tidak tidak terlepas dari Ploto dan Arestoteles. Pemikiran dari dua filosof itu benar-benar talah menjadi inspirasi pada filosof selanjutnya. Berkenaan dengan materi yang disampaikan oleh Bapak Imam Iqbal pengampuh mata kuliah Filsafat Islam Trasidi barat (Andalusia) ini dengan tema pembahasan  Interrelasi Neoplatonisme dan sufisme berjalan cukup menarik.
Beliau mencoba menerangkan bagaimana konsep ajaran dari Neoplatonisme dan sufisme khususnya dalam Islam itu sendiri mengnai masalah “penciptaan alam semesta” dengan memberi pernyaan “bagaimana alam raya (menjadi) ada? Penyaan itu cukup membingunkan semua mahasiswa pada saat itu.
Dalam penciptaan disini ada dua konsep yang berbeda jika kita lihat dari konsep ajaran Plato dan Aristoteles dengan teologi khususnya Islam. Dalam konsep Arestoteles adanya gerak ini adalah dengan adanya “prinsip gerak”, sama seperti Plato, namun bedanya pada Plato adalah “prinsip idea”. Dua pemikiran itu memikili kesamaan yaitu pada prinsip. Apa yang dimaksud prinsip dalam pemikiran mereka? Menurut Plotinus, prinsip itu adalah yang Esa, tuhan, dan lain-lain. Tetapi tuhan yang dimaksud disini adalah bukan pada Tuhan  dalam kacamat teologi.
Prinsip disini adalah unmeteri dan alam sendiri terdiri dari materi.  Namun materi tersebut dalam konsep diatas adalah mengalami tranformasi atau mengalami perubahan. Misalnya ada sebuah bangunan katakanlah rumah. Rumah tersebut sebagaimana kita lihat adalah tersusun dari materi-materi dengan melalui proses bangun sehingga jadilah rumah seutuhnya. Namun, ketika beberapa lama kemudian rumah yang utuh tersebut roboh misalkan karena ada gempa atau angin puyuh sehingga membuat bengunan yang utuh tadi kocar-kacir meteri-materinya, genting, batu bata, kaca dan sebagainya itu terpisah sehingga sudah tidak berbetuh rumah, manun yang ada hanyalah puing-puing dari bangunan tersebut.
Ketika puing-puing dari materi bangunan tersebut di ambil bagian yang masih bisa dipakai misalkan gentingnya buat atap dapur, kayunya buat kandang atau penyanggah bahkan dijadikan kayu bakar, batu-batunya digunakan untuk membangun sesuatu yang lain dll. Maka dari itu materi yang diambil dari bangunan rumah itu tadi dan dibut materi bangunan yang lain maka hasilnya  tidak dikatan rumah lagi. Melainkan sudah beralih pada nama kandang, penyanggah, kayu baka dan sebagainya. Itulah yang dimaksud tranformasi dari bentuk asal kepada bentuk yang lainnya, itulah yang dimaksud dengan prinsip gerak atau prinsip idea.
Berbeda ketika kita mengkaji tentang adanya alam ini dalam kacamata teologis, yang mana teologis memberikan pamahan bahwa dibelakang itu semua ada yang menggerakkan, yaitu Tuhan sebagai pencipta dari alam raya ini. Berkenaan dengan itu, Tuhan juga telah memberikan keteraturan terhadap alam ini untuk kemudian berjalan atau berfungsi sesuai dengan hukum kausalitas atau keteraturan itu sendiri.
Dari penjelasan diatas cukup berbeda sekali mengenai konsep penciptaan. Yaitu antra prinsip dan pencipta (Tuhan). Namun bagi penulis lebih cendrung kepada konsep teologi, yaitu alam ini diciptakan bukan ada dengan sendirinya. Kerena ketika alam raya diyakini ada kerena prinsip maka segala kehidupan ini berjalan sesuai dengan hukum alam itu sendiri, baik itu dengan cara berefolusi atau ada tranformasi didalamnya. Artinya kejadian alam atau hal yang akan ada dalam alam ini bisa dianalisis atau bisa diraba oleh akal. Padahal dalam keseharian hudup kita ada banyak hal yang terjadi atau bahkan ada dalam alam raya ini diluar pradiga kita, meskipun pada awalnya sudah belajar dari gejala-gejala yang ada. Namun gejala yang ada tidak sepenuhnya akan memberi kepastian akan sesuatu yang akan terjadi atau akan ada.
Seandainya ketika gejala-gejala yang ada cukup memberi isyarat akan terjadinya sesuatu dan itu pasti akan terjadi, maka pendapat yang mengatakan bahwa dalam alam raya ini hanya ada prinsip bisa dibenarkan. Namun pada kenyataannya banyak hal-hal yang terjadi dalam alam raya ini diluar praduga kita artinya tidak sesuai dengan hukum kausalitas.

ABDURRAUF SINGKIL


Nama lengkap Andurrauf Singkil, dalam ejaan Arab  adalah ‘Abd ar-Rauf bin ‘Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkliyy, atau yang lebih terkenal dengan nama Abdurrauf. Ia adalah orang Melayu dari Fansur, Singkil (Singkel) diwilayah pantai barat Aceh dan masih belum diketahui tanggal dan tahun kelahirannya. Nama ayahnya Syekh Ali keturunan Arab. Abdurrauf wafat pada 1693 yang kemudian dimakamkan di samping makam teungku Anjong yang dianggap paling karamat di Aceh, oleh karena itu ia dikelan dengan sebutan Teungku di Kuala dan sampai saat ini makamnya masih menjadi tempat ziarah berbagai lapisan masyarakat baik di Aceh sendiri maupun di luar Aceh. Berkat kemasyhurannya nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala.
Ada sebagian menganggap syekh Abdurrauf ini adalah orang yang pertama kali mengIslamkan Aceh meskipun Islam sudah ada disana sebelumnya. Menurut Hasjmi, nenek moyang Abdurrauf ini berasal dari persia yang datag ke kesultanan Samudrera Pasai pada akhri abad ke- 14. Kemdian mereka menetap di Fansur (Barus), sebuah kota pelabuhan tua yang penting di pantau Samutra barat, sedangkan ayah Abdurrauf menurut Hasjmi adalah kakak dari Hamzah Fanzuri, seorang tokoh tasawuf di Aceh. Yang menebarkan ajaran wujudiaya. Ada yang mengatahan bahwa  Abdurrauf ini adalah keponakan dari Hamzah Fansuri.
Mengenai latar belakang pendidikannya Abdurrauf ini dari sejak kecil telah belajra agama di tanah kelahirannya, baik dari ayahnya sendiri maupun dari para ulama setempat lainnya. Sehingga pada sekitar tahun 1642, ia mengembara untuk menambah pengetahuan agama ke tanah Arab.
Sebelum barangkat ke Arab, ia sudah melihat adanya kontroversi dan pertikaian di daerahnya antara penganut doktrin wujudiyah  yang dimotori oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin Sumatrani dengan ar-Raniri dan para penginkutnya. Pada saat itu penganiayaan terhadap pengikut wujudiyah bahkan sampai kepada pembarakaran buku-buku karangan Hamzah Fansuri.
Seperti apa yang telah dikutip dalam buku Tasawuf Nusantara kayar Dr. Hj. Sri Mulyati, MA  dalam buku Hurgrenje II 1997, bahwa Abdurrauf dalam menempun pendidikannya lumayan lama yaitu selama 19 tahun dengan rincian: belajar agama pada kurang dari 15 orang guru, 27 ulama terkenal, dan 15 tokoh mistik kenamaan di Jeddah, Mekkah, Madinah, Mokha, Baikt al-Faqih dan tempat-tempat lain.
Osman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat tidak kurang dari 36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur?an dan hadis, di antaranya adalah:
1.      Daka’ ik al-Huruf (Kehalusan-kehalusan Huruf), dikutip dalam al-Tuhfa al-mursala ila ruh al-nabi, risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa.
2.      Tafsir Baidhawi (terjemahan, 1884, diterbitkan di Istambul).
3.      Mirat al-Turab fi Tashil Ma’rifah al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum Syara’  dari Tuhan, bahasa Melayu).
4.      Umdat al-muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bai Orang-orang yang Menempuh Jalan Tasawuf).
5.      Tanbih al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi (Pedoman bagi Penempuh Tarekat al-Qusyasyi, bahasa Arab).
6.      Bayan al-Arkan (Penjelasan tentang Rukun-rukun Islam, bahasa Melayu).
7.      Bidayah al-Baligah (Permulaan yang Sempurna, bahasa Melayu).
8.      Sullam al-Mustafiddin (Tangga Setiap Orang yang Mencari Faedah, bahasa Melayu).
9.      Piagam tentang Zikir (bahasa Melayu).
10.  Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawy.
11.  Syarh Latif  ‘Ala Arba’ Hadisan li al-Imam al-Nawawiy (Penjelasan Terperinci atas Kitab empat Puluh Hadis Karangan Imam Nawawi, bahasa Melayu).
12.  Al-Mawa?iz al-Ba’diah (Petuah-petuah Berharga, bahasa Melayu).
13.  Kifayat al-Muhtajin.
14.  Bayan Tajilli (Penjelasan tentang Konsep Manifestasi Tuhan).
15.  Syair Makrifat.
16.  Al-Tareqat al-Syattariyah (Untuk Memahami jalan Syattariyah).
17.  Majmu al-Masa’il  (Himpunan Petranyaan).
18.  Syam al-Ma’rifat (Matahari Penciptaan).
Pada saat kepulangan ke kampung halamannya, Syehk Abdurrahman Singkil ini dihadapkan dengan masalahan yang sangat pelik sekali, yaitu konflik antar aliran dalam dunia tasawuf itu sediri. Yang mana dua aliran tasawuf yang berkembang pada saat itu berlanjut kepada fanatisme terhadap golongannya sendiri.
Kelompok pertama yaitu paham wujudiyah yang dimotori oleh Syaikh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani, sedangkan kelompok kedua diprekarsai oleh Nuruddin ar-Raniri dengan corak tasawufnya wahdatul wujud. Kolompok perama ini diklaim teleh keluar dari ajaran agama islam yaitu dengan mengkafirkannya para pengikut wujudiyah oleh kelompok kedua. Yang mana ar-Raniri menganggap paham wujudiyah itu paham banyak tuhan (Politeisme). Sehingga keberadaannya harus dimusnahkan.
Spirit kelompok kedua untuk memusnahkan mereka yang ikut paham wujudiyah itu benar-benar dilakukan. karya-karya masterpiece Syaikh Hamzah Fansuri tentang wujûdiyyah, khazanah keilmuan yang sangat berharga semuanya dibakar tanpa sisa. Tidak cukup itu, para pengikut paham tersebut pun tidak terlepas dari pemburuan kelompok kedua untuk dibunuh,  kerena mereka dianggap berbahaya.
Di tengah-tangah berkobarnya konflik antara dua kelompok tersebut Abdurra’uf kembali dari perjalannya yang menimba ilmu di luar. Dan merupakan suatu harapan baru bagi keluarga istana untuk keluar dari situasi yang sangat mencekam tersebut.
Dalam situasi yang seperti ini Abdurra’uf  mencoba bersikap netral dan menengahi terhadap keduanya. Meskipun ia turut mempropagandakan ajaran wadatul wujud, akan tetapi dia mengambil jaraka dengan kaum ekstrimitas. Oleh sebab itu, dalam hampir semua karya-karyanya, baik yang ditulis dalam bahasa Arab, seperti Tanbih al-Masyi, atau bahasa Melayu seperti Daqa’iq al-Huruf, dalam bentuk prosa maupun puisi, terdapat semacam reinterpretasi terhadap ajaran tersebut, selain juga diiringi dengan sikap hati-hati dalam menjelaskannya. Simak saja, misalnya, kutipan puisi Abdurrauf dalam salah satu karyanya, Syair Ma’rifah ketika menjelaskan makna Man ‘Arafa Nafsahu Fa qad ‘Arafa Rabbahu (barang siapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya), sebagai berikut:

“Jika tuan menuntut ilmu,
ketahui dahulu keadaanmu,
Man ‘arafa nafsahu kenal dirimu,
Fa-qad ‘arafa Rabbahu kenal Tuhanmu.
Kenal dirimu muhadas semata,
Kenal Tuhanmu kadim Zat-Nya,
Tiada bersamaan itu keduanya,
Tiada semisal seumpamanya”

Juga dibawah ini adalah puisi yang ditulis oleh Syeikh Hamzah Fansuri. Namun dari dua karangan ini nanti akan sangat ketahuan akan kehati-hatiannya.
“Sabda Rasul Allah: Man ‘arafa nafsahu,
Bahwasanya mengenal akan Rabbahu,
Jika sungguh engkau ‘abdahu,
Jangan kau cari illa Wajhahu,
Wajah Allah itulah yang asal kata,
Pada wujudmu lengkap sekalian rata…”

Atau dalam puisinya yang lain:

“Tuhan kita itu tiada bermakan
Zahirnya nyata dengan rupa insan,
Man ‘arafa nafsahu suatu burhan,
Fa-qad ‘arafa Rabbahu terlalu bayan”
Dari puisi diatas dapat kita temuakan bahwa betapa Abdurrauf lebih menegaskan tentang sifat kekekalan (kadim) Tuhan di satu pihak, dan sifat kamakhlukan (muhadas) manusia di pihak lain, yang menyebabkan adanya perbedaan mutlak di antara keduanya. Sedangkan Syaikh Hamzah Fansuri terlihat lebih “lantang” menyatakan Tuhan sebagai: Pada wujudmu lengkap sekalian rata… dan Zahirnya nyata dengan rupa insan, meskipun ia tidak sama sekali mengabaikan sisi transendensi-Nya dengan menyatakan: Tuhan kita itu tiada bermakan. Dalam konteks Aceh saat itu, di mana ekstrimitas tasawuf sedang dipersoalkan meskipun bisa jadi hal itu lebih diakibatkan oleh ketidakmengertian yang sungguh-sungguh atas ajaran-ajarannya yang memang pelik, gaya Abdurrauf ini menjadi semacam “rem pengendali” dan cerminan dari sikap hati-hatinya.
Berbeda dengan gaya penafsiran Syaikh Hamzah Fansuri yang cendrung labih gamblang yang merupakan sebagai kebalikan dari gaya dari Abdurra’uf itu sendiri. Namun disisni yang harus mendaji catatan bahwa penilaian sebuah karya harus didudukkan dalam konteksnya masing-masing. Syaikh Hamzah Fansuri, yang memang merupakan pendukung terkemuka penafsiran mistiko-filosofis wahdatul wujud dari tasawuf, saat menulis karya-karyanya berada pada masa di mana Islam mistik, terutama dari aliran wujûdiyyah, berjaya bukan hanya di Aceh, tetapi juga di banyak bagian wilayah Nusantara. Bahkan dalam skala global, periode Syaikh Hamzah Fansuri (paruh kedua abad ke-16) ditandai oleh menghangatnya pertentangan kaum ortodoks dengan heterodoks, seperti yang terjadi di Moghul, India. Sementara Abdurrauf Singkel, justru memulai karir intelektual dan menulis karya-karyanya setelah penentangan terhadap doktrin wujûdiyyah tersebut merajalela dan bahkan di Aceh cenderung mengakibatkan situasi chaos. Apalagi, kapasitas Abdurrauf saat itu sebagai ulama istana yang berkepentingan menjaga stabilitas negara. Karuan saja situasi tersebut mengkondisikannya menjadi seorang yang kompromistis, santun, bijak, hati-hati, dan dapat mengakomodasi pihak-pihak yang bertikai.
Sikap hati-hati Abdurrauf tidak hanya tampak dalam upayanya mengurangi kesan ekstrim ajaran tasawuf, tindakan yang tentunya dibidikkan kepada para pengikut ajaran wujûdiyyah. Ia juga mengimbau, terutama kepada Nuruddin ar-Raniri, untuk tidak sembarangan menuduh orang lain termasuk mereka yang menganut ajaran wujûdiyyah sebagai sesat dan kafir. Yang menarik, meskipun dapat dipastikan bahwa Abdurrauf bermaksud mengkritik, baik atas ekstrimitas para pengikut ajaran wujûdiyyah Syaikh Hamzah Fansuri maupun sikap radikal Nuruddin ar-Raniri, ternyata dalam hampir semua karangannya, tidak ditemukan satu ungkapan pun yang menyebut nama-nama mereka secara ekspilit. Abdurrauf selalu menggunakan kata-kata yang samar dan bersifat umum. Memang, atas hal ini tidak tertutup kemungkinan munculnya pandangan bahwa Abdurrauf Singkel adalah sosok ulama yang “malu-malu”, tidak berani bersikap tegas. Tetapi dalam konteks Aceh saat itu, sikap tersebut kiranya lebih tepat dianggap sebagai wujud “sopan santun” dan toleransi Abdurrauf yang sangat tinggi, seperti diisyaratkan oleh A.H. Johns dalam kutipan di awal tulisan ini.
Sikap santun Abdurrauf atas ar-Raniri sendiri sepertinya merupakan rangkaian dari ajarannya yang sarat muatan moral. Dalam sebuah karyanya yang berbahasa Arab, Tanbih al-Masyi, dikemukakan bagaimana misalnya seorang mukmin harus membantu sesamanya, tidak saling mencaci maki, tidak saling mengutuk dan menghujat, tidak menganiaya dan menelantarkannya, tidak melanggar hak-haknya, dan tidak mudah menyebutnya sebagai kafir. Sungguh, Abdurrauf merujuk tauladan Nabi Saw. sebagai wa innahu la ‘alâ khuluqin ‘azîm.
Dengan demikian maka mengenai Syeihk Abdurra’uf as-Singkil ini adalah sosok yang mencoba bersikap moderat akan tetapi dia mempunyai visi tertentu, yaitu bagaimana mereka dalam memahami islma itu penuh dengan kehati-hatian. Beliau dalam posisi ini adalah menjadi icon perdamaian antara kedua belah pihak yang ekstrimis terhadap pemahaman mereka masing-masing yang hal itu akan memicu konflik yang berkepanjangan.



Referensi
Mulyati, Sri, Dr.Hj,MA”Tasawuf Nusantara” Jakarta, Kencana, 2006
www.aminudinwafi.blogspot.com pada tanggal 25 mei 2012
www.anhira.com pada tanggal 25 mei 2012